“Pagelaran Musikal Terbesar di Jawa Barat Tahun 2011″
Menelusuri sejarah pemikiran umat manusia, berarti juga menelusuri peninggalannya dalam berbagai bentuk. Dalam sejarah pemikiran masyarakat Indonesia, pemikiran tersebut tidak dibentuk dalam diskusi – diskusi, namun tetapi melalui gambaran-gambaran pengalaman yakni simbol-simbol. Menggali pandangan filosofis masyarakat Indonesia berarti menggali apa yang ada di balik artefak masyarakatnya. Artefak itu terdapat dalam mitos-mitos, ritual, aneka permainan, cerita pantun, tingkah laku kolektif suatu suku dll. (Jakob Soemarjo, Khazanah Pantun Sunda 2006)
Lutung Kasarung, sebagai sebuah cerita pantun, merupakan cerita yang istimewa dan tergolong sakral bagi masyarakat Sunda. Pada dahulu kala tidak sembarang orang berani untuk memainkanya. Didalamnya terkandung nilai tinggi kearifan budaya masyarakat Sunda, berkaitan dengan kosmologi hingga etika pergaulan. Suatu hal yang menarik adalah, setiap kali Loetoeng Kasarung dipentaskan secara akbar, maka acapkali pula terjadi perubahan dalam tatanan masyarakat Indonesia.
Pada tahun 1921, Loetoeng Kasarung merupakan bentuk gending karesmen pertama yang digelar secara besar oleh bupati Bandung RA. Wiranatakusumah. Loetoeng Kasaroeng juga merupakan film pertama yang diproduksi di Hindia – Belanda. Film bisu ini dirilis pada tahun 1926 oleh NV Java Film Company. Disutradarai oleh dua orang Belanda, G. Kruger dan L. Heuveldorp dan dibintangi oleh aktor-aktris pribumi, pemutaran perdananya di kota Bandung berlangsung dari tanggal 31 Desember 1926 sampai 6 Januari 1927 di dua bioskop terkenal Elite dan Oriental Bioscoop (Majestic).
Sandiwara Lutung Kasarung karya Bupati Ciamis RTA Sunarya, merupakan sebuah pagelaran akbar yang kemudian diminati oleh presiden RI yang pertama yaitu Bapak Ir. Soekarno. Mulai dipentaskan pada tahun 1947 di Ciamis, Bung Karno perlu menunggu selama lima tahun, sebelum pada akhirnya berhasil mempagelarkannya di Lapangan IKADA Jakarta pada tahun 1952.
Kini setelah 90 tahun dari pagelaran pertamanya, Paguyuban Mojang Jajaka, Yayasan Prima Ardian Tana dan didukung Harian Umum Seputar Indonesia berusaha membangunkan kembali Lutung Kasarung, dan menggubahnya menjadi pagelaran terbesar di Jawa Barat. Melalui karya putra terbaik Jawa Barat seperti Didi Petet, Ismet Ruchimat, Deden Siswanto, Ayo Sunaryo, Satria Yanuar Akbar dll, Lutung Kasarung dipersembahkan kembali dalam tafsir baru sebagai inspirasi bagi masyarakat dunia.
Menelusuri sejarah pemikiran umat manusia, berarti juga menelusuri peninggalannya dalam berbagai bentuk. Dalam sejarah pemikiran masyarakat Indonesia, pemikiran tersebut tidak dibentuk dalam diskusi – diskusi, namun tetapi melalui gambaran-gambaran pengalaman yakni simbol-simbol. Menggali pandangan filosofis masyarakat Indonesia berarti menggali apa yang ada di balik artefak masyarakatnya. Artefak itu terdapat dalam mitos-mitos, ritual, aneka permainan, cerita pantun, tingkah laku kolektif suatu suku dll. (Jakob Soemarjo, Khazanah Pantun Sunda 2006)
Lutung Kasarung, sebagai sebuah cerita pantun, merupakan cerita yang istimewa dan tergolong sakral bagi masyarakat Sunda. Pada dahulu kala tidak sembarang orang berani untuk memainkanya. Didalamnya terkandung nilai tinggi kearifan budaya masyarakat Sunda, berkaitan dengan kosmologi hingga etika pergaulan. Suatu hal yang menarik adalah, setiap kali Loetoeng Kasarung dipentaskan secara akbar, maka acapkali pula terjadi perubahan dalam tatanan masyarakat Indonesia.
Pada tahun 1921, Loetoeng Kasarung merupakan bentuk gending karesmen pertama yang digelar secara besar oleh bupati Bandung RA. Wiranatakusumah. Loetoeng Kasaroeng juga merupakan film pertama yang diproduksi di Hindia – Belanda. Film bisu ini dirilis pada tahun 1926 oleh NV Java Film Company. Disutradarai oleh dua orang Belanda, G. Kruger dan L. Heuveldorp dan dibintangi oleh aktor-aktris pribumi, pemutaran perdananya di kota Bandung berlangsung dari tanggal 31 Desember 1926 sampai 6 Januari 1927 di dua bioskop terkenal Elite dan Oriental Bioscoop (Majestic).
Sandiwara Lutung Kasarung karya Bupati Ciamis RTA Sunarya, merupakan sebuah pagelaran akbar yang kemudian diminati oleh presiden RI yang pertama yaitu Bapak Ir. Soekarno. Mulai dipentaskan pada tahun 1947 di Ciamis, Bung Karno perlu menunggu selama lima tahun, sebelum pada akhirnya berhasil mempagelarkannya di Lapangan IKADA Jakarta pada tahun 1952.
Kini setelah 90 tahun dari pagelaran pertamanya, Paguyuban Mojang Jajaka, Yayasan Prima Ardian Tana dan didukung Harian Umum Seputar Indonesia berusaha membangunkan kembali Lutung Kasarung, dan menggubahnya menjadi pagelaran terbesar di Jawa Barat. Melalui karya putra terbaik Jawa Barat seperti Didi Petet, Ismet Ruchimat, Deden Siswanto, Ayo Sunaryo, Satria Yanuar Akbar dll, Lutung Kasarung dipersembahkan kembali dalam tafsir baru sebagai inspirasi bagi masyarakat dunia.
0 komentar:
Post a Comment